JAKARTA - Setiap tanggal 18 September, dunia memperingati Hari Kesetaraan Upah Internasional. Peringatan ini bukan hanya sebuah agenda tahunan, melainkan momentum untuk menegaskan kembali arti penting keadilan dalam dunia kerja.
Tahun 2025, perayaan ini kembali digelar sebagai simbol bahwa perjuangan kesetaraan hak antara pria dan wanita, khususnya dalam hal upah, masih terus berlangsung.
Hari Kesetaraan Upah Internasional hadir untuk mengingatkan semua pihak bahwa kerja keras harus dihargai dengan bayaran yang setara tanpa memandang gender. Melalui kampanye global ini, masyarakat diingatkan agar diskriminasi dalam bentuk perbedaan upah dihentikan, dan setiap pekerja diberikan pengakuan yang sama atas kontribusinya.
Sejarah lahirnya Hari Kesetaraan Upah Internasional
Menurut catatan British Federation of Women Graduates, Hari Kesetaraan Upah Internasional diperingati pada tanggal 18 September setiap tahunnya. Penetapan hari ini dilatarbelakangi oleh kesenjangan upah yang masih terjadi di berbagai belahan dunia.
Tujuan utamanya adalah agar pria dan wanita memperoleh hak yang sama dalam mendapatkan gaji, terutama ketika mereka menempati jabatan yang serupa.
Data dari United Nations menegaskan bahwa hingga kini, di sekitar 20 persen wilayah global, perempuan masih menerima gaji lebih rendah dibanding laki-laki. Padahal, mereka mengerjakan tugas yang sama dengan tanggung jawab setara.
Fakta ini memperlihatkan bahwa diskriminasi upah masih menjadi tantangan besar dalam upaya menegakkan keadilan.
Di Indonesia, situasi serupa juga masih ditemukan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Februari 2025 rata-rata gaji perempuan hanya mencapai Rp2.612.012, sementara laki-laki memperoleh Rp3.367.566. Meski pendidikan masyarakat terus meningkat, ketidaksetaraan tetap terjadi, bahkan pada jabatan yang selevel. Hal ini menunjukkan bahwa isu diskriminasi penghasilan masih memerlukan perhatian serius dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat luas.
Untuk mendukung kesetaraan, International Labour Organization (ILO) telah mengeluarkan Konvensi Diskriminasi Pekerjaan dan Jabatan tahun 1958 (No.111).
Konvensi ini menegaskan bahwa tindakan membatasi pekerjaan berdasarkan perbedaan gender, status sosial, pandangan politik, warna kulit, agama, maupun kebangsaan adalah bentuk diskriminasi. Kesepakatan global ini menjadi dasar perjuangan menuju lingkungan kerja yang lebih adil.
Makna dan nilai kesetaraan upah
Kesetaraan upah lebih dari sekadar angka pada slip gaji. Ia merupakan bentuk pengakuan atas nilai, jerih payah, serta kontribusi pekerja. Saat semua pihak mendapatkan bayaran yang sama untuk kerja yang sama, maka tercipta suasana kerja yang sehat, motivasi meningkat, serta produktivitas ikut terdorong.
Di sisi lain, diskriminasi upah dapat menimbulkan dampak buruk, mulai dari rendahnya kepercayaan diri pekerja hingga melemahnya loyalitas terhadap perusahaan. Oleh karena itu, kampanye Hari Kesetaraan Upah Internasional menjadi penting untuk membuka kesadaran bahwa upah adil adalah hak, bukan permintaan.
Momentum ini juga mengingatkan bahwa kesetaraan gaji bukan hanya soal perempuan, tetapi juga menyangkut kualitas demokrasi ekonomi. Sistem upah yang adil akan memberi kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, serta terwujudnya rasa keadilan sosial di dunia kerja.
Ucapan dan pesan kesadaran kesetaraan
Untuk merayakan Hari Kesetaraan Upah Internasional, masyarakat bisa ikut menyebarkan pesan dan dukungan melalui ucapan positif. Beberapa contoh kalimat yang bisa dibagikan antara lain:
“Kerja yang sama, upah yang setara. Dunia kerja harus jadi ruang keadilan bagi semua mulai 18 September 2025.”
“Kesetaraan upah adalah hak asasi, bukan sekadar permintaan. Suarakan pada Hari Kesetaraan Upah Internasional.”
“Hari ini kita rayakan komitmen, bukan sekadar peringatan. Mari wujudkan upah yang adil.”
“Perbedaan gender tidak boleh jadi alasan perbedaan bayaran. Upah setara untuk kerja setara!”
“Stop diskriminasi! Setiap tetes keringat layak dibayar dengan adil.”
“Masa depan kerja adalah masa depan yang adil. Mari wujudkan dari upah yang setara.”
“Keadilan dimulai dari gaji yang layak. Selamat Hari Kesetaraan Upah Internasional.”
“Upah setara memperkuat ekonomi, memberdayakan masyarakat, dan menghormati kemanusiaan.”
“Satu dunia, satu suara: hentikan kesenjangan upah berbasis gender.”
“Kesetaraan bukan ancaman, tapi kekuatan untuk menciptakan masa depan.”
Ucapan-ucapan ini bisa disebarkan melalui media sosial, pertemuan komunitas, maupun acara formal, sehingga pesan perjuangan kesetaraan bisa menjangkau khalayak lebih luas.
Momentum refleksi dan aksi nyata
Peringatan 18 September 2025 menjadi ajakan agar semua pihak melakukan refleksi. Apakah sistem kerja yang berjalan sudah memberikan ruang adil bagi semua gender? Apakah perusahaan sudah menghargai kontribusi tanpa membedakan jenis kelamin? Pertanyaan ini penting untuk dijawab dengan tindakan nyata.
Hari Kesetaraan Upah Internasional juga menjadi pengingat bahwa perjuangan belum selesai. Diskriminasi upah tidak bisa dihapus hanya dengan seremonial tahunan. Diperlukan kebijakan tegas, transparansi dalam sistem pengupahan, serta komitmen bersama antara pekerja, perusahaan, dan pemerintah.
Kesetaraan gaji juga dapat membawa dampak positif bagi perekonomian. Dengan memberikan upah yang sama untuk kerja yang sama, daya beli masyarakat akan meningkat, produktivitas kerja terdorong, dan rasa keadilan sosial semakin kuat.
Pada akhirnya, kesetaraan bukanlah ancaman, melainkan kekuatan yang mampu menciptakan dunia kerja lebih sehat. Mari jadikan Hari Kesetaraan Upah Internasional sebagai titik tolak menuju masa depan yang lebih adil, di mana setiap keringat pekerja dihargai setara tanpa diskriminasi.