BPJS Tegaskan, Biaya Keracunan MBG Jadi Tanggung Pemda Jika KLB

BPJS Tegaskan, Biaya Keracunan MBG Jadi Tanggung Pemda Jika KLB
BPJS Tegaskan, Biaya Keracunan MBG Jadi Tanggung Pemda Jika KLB

JAKARTA - Polemik soal biaya pengobatan korban keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus mencuat seiring meningkatnya jumlah kasus di berbagai daerah.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa penanggung biaya medis akibat keracunan tersebut bergantung pada status kejadian. Jika dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), maka Pemerintah Daerah (Pemda) yang bertanggung jawab menanggung seluruh pembiayaan penanganannya.

“Sepanjang tidak ada declare bahwa itu masalah terkait dengan KLB. Kalau KLB lokal, maka tanggung jawabnya Pemda,” kata Ali Ghufron Mukti.

Baca Juga

Shell Siap Kembali Investasi di Hulu Migas Indonesia

Ia menambahkan bahwa BPJS Kesehatan hanya dapat menanggung biaya penanganan medis bagi peserta yang terdaftar secara sah dalam program jaminan tersebut, dan selama kasus keracunan belum dinyatakan sebagai KLB. “BPJS Kesehatan hanya menjamin peserta BPJS. Masa bukan (peserta) BPJS dijamin oleh BPJS?” tegasnya.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebelumnya digadang sebagai salah satu inisiatif nasional untuk meningkatkan gizi masyarakat, terutama kalangan pelajar dan kelompok rentan. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, pelaksanaannya menjadi sorotan publik setelah muncul sejumlah kasus keracunan massal di beberapa daerah.

Data yang dipaparkan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hidayana, menunjukkan bahwa hingga 30 September 2025, terdapat lebih dari 6.457 orang terdampak keracunan yang dikaitkan dengan program MBG.

“Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307 orang, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI.
“Kemudian, wilayah III ada 1.003 orang,” lanjutnya.

Laporan serupa juga disampaikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hingga pertengahan September 2025, Kemenkes mencatat 60 kasus dengan 5.207 penderita, sedangkan BPOM mencatat 55 kasus dengan 5.320 korban.
Dari total tersebut, Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai wilayah dengan jumlah insiden tertinggi.

Bertambahnya korban membuat Pemerintah mengambil langkah cepat untuk meminimalisasi dampak dan mencegah kasus serupa terulang. Meski begitu, program MBG tetap dijalankan karena dianggap memiliki manfaat strategis dalam memperbaiki status gizi masyarakat.

Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan komitmennya memperbaiki tata kelola pelaksanaan MBG. Salah satu langkah utama adalah menutup sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum yang dinilai bermasalah di sejumlah daerah.

Selain itu, seluruh SPPG diwajibkan memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) sebagai jaminan kelayakan dapur pengolahan makanan. Evaluasi terhadap juru masak, bahan baku, serta sistem pengelolaan limbah dapur juga dilakukan untuk memastikan keamanan pangan.

“Langkah-langkah korektif ini diambil agar kualitas makanan yang didistribusikan benar-benar aman dan layak konsumsi,” ujar Dadan Hidayana.

Menurut Dadan, perbaikan tidak hanya dilakukan di tingkat teknis, tetapi juga menyentuh aspek manajerial lembaga pelaksana. Pemerintah tengah menata ulang sistem pengawasan dan pelaporan BGN agar setiap insiden bisa terpantau dengan cepat dan tertangani secara tepat.

Sebagai bagian dari evaluasi, BGN juga tengah melatih 900 petugas SPPG di Jawa Barat untuk memperkuat kapasitas penanganan dan pencegahan kasus keracunan. Langkah ini diharapkan menjadi model peningkatan kompetensi tenaga dapur di seluruh Indonesia.

Dadan menilai, peningkatan keterampilan dan kesadaran higienitas para juru masak menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan program MBG yang aman. “Kita ingin semua dapur SPPG beroperasi sesuai standar higienis dan sanitasi yang ditetapkan,” ujarnya.

Meski dihadapkan pada sejumlah tantangan, Pemerintah memastikan bahwa program MBG tidak akan dihentikan. Sebaliknya, evaluasi menyeluruh terus dilakukan agar program tersebut berjalan sesuai tujuan awal, yakni meningkatkan asupan gizi masyarakat sekaligus mengatasi masalah stunting dan kemiskinan ekstrem.

Sementara itu, BPJS Kesehatan tetap berkoordinasi dengan Pemda dan Kementerian Kesehatan untuk memastikan proses pembiayaan dan penanganan korban keracunan berjalan lancar. Menurut Ali Ghufron, pembagian tanggung jawab antara BPJS dan pemerintah daerah sudah diatur secara jelas dalam mekanisme penanggulangan bencana kesehatan.

“Kalau tidak dinyatakan KLB, BPJS Kesehatan yang menanggung pembiayaan sesuai manfaat peserta. Tapi jika sudah ditetapkan KLB, maka tanggung jawabnya beralih ke Pemda,” ungkapnya.

Pernyataan ini sekaligus menegaskan posisi BPJS Kesehatan sebagai lembaga jaminan sosial yang bekerja berdasarkan regulasi dan status kejadian. Artinya, kasus keracunan massal hanya dapat dibiayai oleh BPJS apabila tidak termasuk kategori bencana luar biasa dan korban merupakan peserta aktif program tersebut.

Pemerintah daerah pun diingatkan untuk sigap dalam melakukan penetapan status kejadian dan menyiapkan anggaran tanggap darurat. Kebijakan ini dianggap penting agar tidak terjadi kebingungan dalam penanganan medis maupun pembiayaan korban di lapangan.

Sejumlah pengamat menilai, kasus keracunan MBG harus dijadikan momentum untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, terutama antara BGN, BPOM, Kemenkes, dan pemerintah daerah. Standar keamanan pangan harus diterapkan secara ketat agar program sosial berskala nasional seperti MBG tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi masyarakat.

Sebagaimana diungkap Dadan Hidayana, kasus serupa juga pernah terjadi di beberapa negara lain yang memiliki program bantuan pangan massal. Namun, ia menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen memperbaiki sistem agar kejadian tersebut tidak berulang. “Kita belajar dari pengalaman ini untuk memastikan ke depan pelaksanaan MBG jauh lebih baik,” ujarnya.

Dengan langkah korektif yang sedang dilakukan, Pemerintah berharap kepercayaan masyarakat terhadap program Makan Bergizi Gratis tetap terjaga. Sementara itu, mekanisme pembiayaan kesehatan terus dipertegas agar tidak menimbulkan tumpang tindih tanggung jawab antara BPJS Kesehatan dan pemerintah daerah.

“Intinya jelas,” tegas Ali Ghufron. “Kalau tidak KLB, BPJS tanggung; kalau KLB, tanggung jawab Pemda.”

Mazroh Atul Jannah

Mazroh Atul Jannah

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Alexander Isak Cerita Adaptasi Awal di Liverpool

Alexander Isak Cerita Adaptasi Awal di Liverpool

Persebaya Maksimalkan Persiapan Jeda Kompetisi Jelang Persija

Persebaya Maksimalkan Persiapan Jeda Kompetisi Jelang Persija

Real Madrid Siap Korbankan Dua Pemain Demi Wonderkid PSG

Real Madrid Siap Korbankan Dua Pemain Demi Wonderkid PSG

10 Strategi Jual Tanaman Hidroponik ke Restoran Cepat Untung

10 Strategi Jual Tanaman Hidroponik ke Restoran Cepat Untung

Waspada Pergelangan Tangan Sakit, Bisa Jadi Gejala Asam Urat

Waspada Pergelangan Tangan Sakit, Bisa Jadi Gejala Asam Urat